Rabu, 06 Oktober 2010

BUKITTINGGI

Sejarah

Kota Bukittinggi mulai berdiri seiring dengan kedatangan Belanda yang kemudian mendirikan kubu pertahanan pada tahun 1825  pada masa perang Padri di salah satu bukit yang terdapat dalam kota ini, yang dikenal sebagai Benteng Fort de Kock, yang sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya. Kemudian pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah Stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibukota.

Pada masa pendudukan Jepang, kota Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand, dimana di kota ini merupakan tempat kedudukan komandan militer ke 25 Kenpeitai, dibawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Dan kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit Batabuah. Dan sekarang nagari-nagari tersebut masuk kedalam wilayah Kabupaten Agam. Dan di kota ini tentara Jepang mendirikan pemancar radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan Perang Asia Timur Raya versi Jepang.

Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, dimana pada tanggal 19 Desember 1948, kota ini ditunjuk sebagai ibukota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ). Dan kemudian peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 18 Desember 2006


Selanjutnya kota Bukittinggi juga pernah menjadi ibukota propinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan. Kota Bukittinggi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956[11] tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatera Tengah masa itu, yang meliputi wilayah provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau sekarang.
Walaupun setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 sebagai dasar hukum baru pemerintahan daerah kota Bukittinggi namun dalam implementasinya sampai sekarang masih belum dapat dilaksanakan

Geografi

Kota Bukittinggi dikelilingi tiga gunung berapi yaitu Gunung Singgalang, Gunung Marapi dan Gunung Sago, serta berada pada ketinggian 909 – 941 meter di atas permukaan laut. Kota ini juga berhawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1 – 24.9 °C. Sementara dari total luas wilayah kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82.8% telah diperuntukan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.


Pemerintahan

Batas wilayah pemerintahan kota ini dikelilingi oleh kabupaten Agam, dan pernah terjadi konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut dalam sengketa wilayah. Hal ini bermula setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah kota Bukittinggi dan kabupaten Agam, dimana dari peraturan pemerintah (PP) ini luas wilayah kota Bukittinggi bertambah menjadi 145.29,90 km²

Kependudukan

Kota ini merupakan kota yang terpadat di provinsi Sumatera Barat, dengan jumlah angkatan kerja 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang diantaranya merupakan pengangguran. Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa dan Batak.

Pendidikan

Sejak zaman kolonialis Belanda, kota ini telah menjadi pusat pendidikan di pulau Sumatera, dimulai sejak tahun 1872, dengan berdirinya Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (sekolah guru untuk guru-guru bumiputera) atau dikenal juga dengan nama sekolah radja, yang selanjutnya berkembang menjadi volksschool atau sekolah rakyat. Kemudian pada tahun 1912 muncul Holandsch Inlandsche School (HIS), yang dilanjutkan dengan berdirinya Sekolah Pamong Opleiding School voor Inlandsch Ambtenaren (OSVIA) tahun 1918. Dan pada tahun 1926 juga telah berdiri MULO di kota Bukittinggi.
Dan pada masa awal kemerdekaan di kota ini pernah berdiri sekolah Polwan dan kadet serta sekolah Pamong Praja yang pertama di Indonesia, bahkan Universitas Andalas pertama kali berdiri berada di kota Bukittinggi

Kesehatan

Kota Bukittinggi telah memiliki pelayanan kesehatan yang baik dimana di kota dengan luas relatif kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit yaitu 3 buah milik pemerintah dan 2 swasta dengan didukung oleh 5 buah puskesmas dan 6 puskesmas keliling serta 15 puskesmas pembantu. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar merupakan rumah sakit milik pemerintah tipe B dengan keunggulan pelayanan untuk stroke

Perekonomian

Dari sudut pandang ekonom bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi penduduk miskin, hal inilah yang mengenjot pemerintah kota Bukittinggi menelurkan beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan diantaranya pelatihan peningkatan deversifikasi dalam bentuk pelatihan peningkatan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha baru. Hal ini sangat menunjang untuk menjadikan kota Bukittinggi sebagai salah satu daerah tujuan utama dalam bidang perdagangan di pulau Sumatera. Selain luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan salah satu pilihan dalam meningkatkan pendapatan perkapita bagi kota ini.
Pusat perdagangan grosir untuk barang-barang konveksi kota Bukittinggi terletak di Pasar Aur Kuning. Sedangkan disekitar kawasan Jam Gadang terdapat juga beberapa pasar enceran seperti Pasar Ateh, Pasar Bawah dan Pasar Lereng, dimana disini juga menjual beberapa hasil kerajinan tangan dan cinderamata khas Minangkabau, selain itu untuk wisata kuliner banyak tersedia di Los Lambuang - Pasar Lereng.


Pariwisata

Pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu sektor andalan bagi kota Bukittinggi, banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki juga sebagai "kota wisata". Saat ini di kota Bukittinggi telah terdapat sekitar 60 hotel dan 15 biro perjalanan. Hotel-hotel yang terdapat di kota Bukittinggi antara lain The Hills (sebelumnya Novotel), Hotel Pusako, dan sebagainya.
Lembah Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut sebagai 'Lobang Jepang'.
Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau, kebun binatang dan benteng Fort de Kock yang dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di kota Bukittinggi
Pasar Ateh berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota. Di dalam Pasar Ateh yang selalu ramai terdapat banyak penjual kerajinan bordir dan makanan kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat seperti Karupuak Sanjai (keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang terbuat dari singkong, serta Karupuak Jangek (Kerupuk Kulit) yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau dan Karak Kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8. Dan pada saat ini juga telah dibangun pusat perbelanjaan modern di kota Bukittinggi.







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar